DALAM RUTINITAS PEKERJAAN SEHARI-HARI, Agung sering kali terlibat dalam penyelenggaraan event skala direktorat maupun subdirektorat. Proses persiapan acara tersebut tidak jarang melibatkan berbagai pihak ketiga atau vendor, di mana sering terjadi interaksi dan negosiasi.

Setiap vendor tentunya memiliki strategi pemasaran yang berbeda-beda untuk menarik kliennya. Suatu hari, Agung mendapat ‘iming-iming’ dari salah satu vendor untuk kegiatan team building berupa potongan harga signifikan. Ada dua opsi penawaran, yaitu potongan harga langsung pada invoice, atau cashback yang akan dikirimkan ke rekening pribadinya. Sebuah situasi yang bisa membuat goyah bagi yang berhati lemah.

Tapi tidak bagi Agung. “Opsi kedua, yaitu cashback yang diberikan ke rekening pribadi, dapat dianggap sebagai suatu bentuk penyuapan dan melanggar nilai-nilai fundamental yang selama ini saya yakini,” tandasnya. “Jika itu saya ambil, jelas bertentangan dengan value perusahaan, khususnya Integrity dan Accountability.”

Maka, Agung pun dengan tegas menolak cashback dan memilih potongan langsung pada invoice. Dia menyadari bahwa dengan mengatakan “tidak” pada tindakan suap, Agung telah meletakkan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadinya. Tindakan ini sejalan dengan prinsip-prinsip etika yang mengedepankan integritas dan akuntabilitas.

Meskipun mungkin sulit untuk menolak potongan harga atau keuntungan pribadi lainnya, keputusan Agung tersebut memberikan pijakan untuk mendemonstrasikan komitmen terhadap integritas dan mempertahankan nilai-nilai perusahaan. Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang bersih, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang mengarah pada keberhasilan jangka panjang.