Rock Healing ala
PAK HENKY SULISTYO
'Lari' dari kepenatan bekerja bisa dilakukan dengan cara berbeda, seperti Pak Henky dengan musik rock-nya.
WORK-LIFE BALANCE, bagi Pak Henky Sulistyo, Direktur Risk Management CIMB Niaga, itu penting banget. Bagaimana tidak. Bekerja setiap hari — apalagi yang berkutat dengan meeting non-stop dari pagi hingga malam menjaga Bank dari sisi risk management — selama kurang lebih sepekan, jelas berpotensi membuat burn out.
“Bekerja itu sudah pasti ada nggak enaknya. Nggak mungkin selalu enak,” kata Pak Henky. “Karenanya potensi burn out itu akan selalu ada.” Pak Henky mengaku tak jarang mengalami burn out juga. Karena itu pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah ini mengimbanginya dengan berbagai aktivitas yang membuatnya senang, yang biasa dilakukannya di akhir pekan atau hari libur. Bisa sendiri atau bersama keluarga.
Kepada PORTRAIT, pemegang gelar MBA bidang Banking & Risk Management dari La TrobeUniversity, Australia ini bicara banyak (dan seru) tentang work-life balance. Ini dia hasil obrolannya:
FOTO: Gayuh Prasongko
Kira-kira apa saja yang bisa memicu Bapak burn out di tempat kerja?
Begini. Kalau saya, bekerja itu harus punya purpose. Punya sesuatu yang ingin diraih. Dulu, baru bekerja 1,5 tahun di American Express Bank, saya sudah punya keinginan untuk menjadi CRO (Chief Risk Officer, Red.). Maka, untuk meraihnya, saya merasa harus fokus, konsisten, dan ulet dalam bekerja.
Nah, proses-proses ini kan butuh energi besar — untuk belajar, mencari peluang pengembangan diri, ikut pelatihan, dan seterusnya. Inilah yang kadang membuat kita jadi burn out.
Jadi, kalau kita bicara work-life balance, bagaimana Bapak mencari cara untuk mengimbangi kondisi tersebut?
Kebetulan saya punya dua hobi. Mendengarkan musik dan olahraga, khususnya tenis. Saya tegaskan, mendengarkan musik ya, bukan bermain alat musik, ha ha ha. Saya sadar diri tidak punya bakat bermain alat musik. Pernah belajar main piano dan gitar, tapi nggak bisa-bisa. Tapi saya punya cita-cita setelah pensiun nanti saya harus bisa menguasai satu alat musik, dan saya memilih gitar. Doakan saya, ya.
Jadi, kalau mendengarkan musik, jenis musik apa yang Bapak suka?
Rock, tapi yang 70’s dan 80’s. Hard rock, heavy metal, saya suka. Dari era Deep Purple, Iron Maiden, Mr. Big, U2, Metallica, sampai Megadeth. Tapi musik rock 90-an ke sini sudah bukan lagi selera saya.
Apa yang Bapak suka dari musik?
Bagi saya musik itu nagih, bikin hati senang. Lupa pada tumpukan pekerjaan itu sudah pasti. Makanya kalau sudah mendengarkan musik saya bisa betah berjam-jam. Dan pada dasarnya, meski favorit saya rock, telinga saya bisa mendengarkan semua jenis musik. Di Spotify saja saya punya 300-an playlist.
Suka nonton konser juga dong Pak?
Pasti. Dan biasanya saya nonton sendiri, soalnya istri dan anak-anak berbeda kesukaannya. Ya sudah, ini termasuk me-time buat saya. Kalau ditanya konser musik rock yang paling memorable, menurut saya konser U2 ‘The Joshua Tree Tour’ 2019 lalu di Singapura. Selain kualitas suara, tata panggungnya juga megah dan keren.
Kalau olahraga, mengapa memilih tenis?
Pada dasarnya saya menyukai olahraga jenis permainan, dan kebetulan yang paling saya kuasai adalah tenis. Saya bahkan berhasil meraih medali emas beregu di CIMB Sea Games Bangkok 2012 lalu. Tenis memang cabang olahraga yang sudah saya sukai sejak kelas 1 SMP. Dan sampai sekarang pun saya masih sempatkan untuk main seminggu sekali bersama teman-teman. Seru dan menyenangkan.
Selain menikmati musik dan tenis, tentu masih ada waktu untuk family time kan Pak?
Iya dong. Itu memang yang utama. Family time yang suka kita lakukan adalah makan bersama di luar atau traveling. Bagi saya kebersamaan keluarga itu harus selalu dijaga. Karena — seperti kata Keluarga Cemara — keluarga adalah harta yang paling berharga. Nah, makan bareng dan traveling itu adalah dua hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kebersamaan itu. Karena di situ pasti ada komunikasi dan interaksi.
Wah, rasanya apa yang Bapak lakukan untuk membangun work-life balance ini bisa ditularkan kepada rekan-rekan #teamCIMBNiaga.
Oh, boleh banget. Pada intinya, pertama-tama harus jelas dulu apa purpose kita, kemudian kita harus mampu mengatur waktu dan membagi energi antara pekerjaan dan urusan pribadi dengan seimbang. Dengan demikian kita akan terhindar dari burn out atau stres, sehingga kita pun menjadi lebih produktif. Kalau sudah begitu dua-duanya — perusahaan dan kita pribadi — mendapat manfaat. Jadi, saran saya, ketika kita sudah mulai merasakan gejala-gejala burn out, ambillah cuti, lakukan healing dengan menjalani hobi atau kegiatan yang disukai.
Nah, semoga Rekan-rekan masih punya jatah cuti tahun ini ya?