1. Libur panjang Ramadan dan Natal
Di era kolonial Belanda, sekolah selalu diliburkan selama Ramadan dan Lebaran. Bahkan liburnya mencapai 40 hari penuh, dari awal puasa hingga pasca-Idulfitri. Begitu pula saat perayaan Natal, sekolah libur 30 hari penuh sejak pertengahan Desember hingga pertengahan Januari. Ini merupakan aturan khusus Dinas Pendidikan, Keagamaan, dan Keterampilan kala itu.

2. Melawan sekolah yang berdasar kelas sosial
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah berdasar kelas sosial: kelas menengah ke atas, menengah ke bawah, dan anak Eropa, serta bangsawan pribumi. Maka tokoh pergerakan seperti Ki Hajar Dewantara dan kawan-kawan mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1930 sebagai bentuk perlawanan. Kurikulumnya mengedepankan pengetahuan Tanah Air dan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, demi menangkal pembaratan dalam pendidikan, khususnya bagi masyarakat pribumi.

3. Siswa Indonesia paling bahagia
Siswa di Indonesia pernah menjadi yang paling bahagia dibanding siswa dari 65 negara yang disurvei oleh PISA-OECD (Program for International Student Assessment di bawah Organization Economic Cooperation and Development). Dalam hasil yang dirilis pada akhir 2013, tingkat kebahagiaan siswa Indonesia tertinggi diikuti antara lain oleh Albania, Peru, Thailand, dan Kolombia.

4. Belum mencapai kompetensi minimum.
Sayangnya, menurut hasil Asesmen Nasional tahun 2021 ditemukan fakta bahwa 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum dalam hal literasi, dan 2 dari 3 peserta didik juga belum mencapai kompetensi minimun dalam hal numerasi.

5. Lulusan perguruan tinggi masih sedikit
Survei Sumber Daya Manusia di Indonesia menemukan, lulusan sekolah dasar di Indonesia cukup besar, yaitu 70%. Namun dari jumlah tersebut, yang lulus sekolah menengah hanya 22,4%, dan yang lulus perguruan tinggi hanya 7,2%.